KASUS PERUNDUNGAN KIAN MARAK, SAATNYA MENGEMBALIKAN FITRAH KESUCIAN GENERASI

Oleh : Lilis Suryani ( Guru dan Pegiat Literasi)

Kasus perundungan atau bulying di kalangan remaja seolah tidak ada habisnya. Hal ini terbukti dari pemberitaan di media yang tak hentinya menginformasikan kasus perundungan yang satu ke perundungan yang lain. Nahasnya, tidak sedikit dari kasus perundungan tersebut berujung kematian pada korban bullying.

Menyikapi hal itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) melalui Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Barat tampak tengah berupaya menekan aksi perundungan atau bullying terhadap peserta didik, salah satunya dengan Program Stopper (Sistem Terintegrasi Olah Pengaduan Perundungan).

“Ada empat komponen utama pada sistem antibullying ini yaitu konsultasi, laporan aduan, edukasi dan pendampingan,” kata Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat, Dedi Supandi, dilansir dari salah satu media online.

Berbagai upaya yang dilakukan untuk menuntaskan permasalahan bulying oleh pemerintah nampaknya belum membuahkan hasil yang signifikan.  Terbukti, kasus bulying masih kerap terjadi.

Penulis sebagai guru sekaligus seorang ibu merasa begitu prihatin terhadap tingkahlaku generasi muda saat ini, terlebih mereka masih mengenyam pendidikan di sekolah. Seperti hendak memperlihatkan kegagalan dari pengajaran yang diberikan di sekolah. Meskipun tentu, kasus perundungan ini adalah dampak dari berbagai aspek.

Di ranah keluarga misalnya, masih banyak orangtua yang belum memahami pola didik dan asuh yang baik dan benar. Apalagi ketika sudah dihadapkan pada kesibukan mencari pundi-pundi rupiah. Kadang, anak-anaklah yang menjadi korban. Mereka di titipkan kepada asisten rumah tangga yang pasti tidak akan terlalu peduli terhadap pendidikan anak-anak.

Belum lagi, saat berbicara lingkungan dan arus digitalisasi. Rapuhnya kepribadian anak menyebabkan mereka mudah terpengaruh hal-hal negatif. Walhasil, muncullah anak-anak dengan kepribadian yang labil, arogan dan minim empati.

Miris, anak-anak yang seharusnya masih terjaga fitrah kebaikannya telah dirusak oleh berbagai faktor dari luar, yang merupakan dampak kelalaian manusia dewasa di sekelilingnya.

Mereka juga menjadi korban rusaknya tatanan kehidupan yang diadopsi negara yang bersendikan kebebasan. Akibatnya, sampailah kepada anak-anak tayangan-tayangan yang tidak sepatutnya disaksikan.

Menyoal semua fakta yang saling berkelindan, menjadi indikasi kuat bahwa ini semua buah busuk sistem sekuler yang telah mencerabut kesucian fitrah anak-anak dan  hilangnya rasa malu.

Sistem sekuler hasil pemikiran orang-orang Barat dimasa lalu memang menjadikan dunia sebagai tujuan. Saat pemikiran ini diadopsi oleh umat Islam maka jadilah umat melalaikan sistem hidup yang diturunkan Allah swt, juga melalaikan adanya kehidupan akhirat dan siksa api neraka.

Jelaslah kita tidak patut berharap pada sistem sekulerisme yang nyata telah membuat anak-anak sakit mental. Padahal,  kualitas anak akan menentukan kualitas negara pada masa yang akan datang. Dan generasi yang berkualitas hanya dapat terwujud ketika syariat Allah diterapkan secara kaffah.

Karena hanya syariat Islamlah yang menjaga fitrah anak, dan menjadikannya generasi berkualitas, yang selalu produktif dalam kebaikan dan ketaatan kepada Allah.

Melalui penerapan syariat Islam akan terbentuk generasi yang menjadikan halal dan haram sebagai pedoman hidupnya, yang merupakan cerminan dari kuatnya keimanan kepada Allah Swt.

Itu semua hanya dapat dilahirkan dalam tatanan negara yang melindungi anak secara menyeluruh dan komprehensif, baik jasmani maupun rohani, termasuk menjaga peran fitrah seorang perempuan sebagai ibu generasi.

Negara yang memiliki keselarasan antara tujuan dan kebijakannya dalam melindungi anak baik fisik, mental, spiritual dan sosial. Itulah negara yang berlandaskan pada tuntunan wahyu ilahi.

Bagikan Postingan :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *