POTENSI PEMUDA DAN KAITANNYA DENGAN PERADABAN CEMERLANG

Oleh : Lilis Suryani  (Guru Paud dan Pegiat Literasi)

Kabar bahwa pemerintah Provinsi Jawa Barat melepas ekspor kelapa parut dengan nilai yang cukup besar yaitu 35 ribu dolar AS yang diproduksi oleh eksportir atau pelaku usaha milenial asal Kabupaten Pangandaran (CV Coco Indonesia Maju) di halaman Gedung Sate beberapa waktu yang lalu seperti angin segar untuk para millenial yang ingin terjun ke dunia bisnis.

Pemprov Jawa Barat sendiri memang mengakui bahwa pihaknya sedang fokus pada pertumbuhan eksportir muda dan milenial. Sehubungan dengan jumlah milenial di Jabar yang besar. Data kependudukan BPS Tahun 2020 yang menyebut jumlah penduduk Jawa Barat mencapai 48,2 juta jiwa. Dari data ini, sebanyak 25 persen adalah anak muda atau generasi Y dan 21 persen adalah generasi Z.

Maka, potensi dari para pemuda dan millenial ini tidaklah main-main. Jika di arahkan untuk tujuan tertentu, maka maksud dan tujuan tersebut bisa mendapat dukungan yang besar dan kemungkinan keberhasilan ‘suatu tujuan’ tadi bisa menjadi kepastian. Terlepas dari maksud dan tujuan tersebut ke arah mana.

Bila potensi pemuda diarahkan kepada pertumbuhan ekonomi semata, dimana para pelaku ekonomi real saat ini bukanlah rakyat umum melainkan hanya segelintir pihak saja yaitu para kapitalis. Maka hal ini sungguh disayangkan.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa para pengusaha bermodal besar yang disebut oligarkhi merupakan pengendali utama jalannya roda perekonomian di negeri ini. Sudah sejak lama iklim perekonomian negeri ini tidak baik-baik saja. Aroma kapitalistik begitu melekat erat. Istilah orang kaya makin kaya dan orang miskin makin miskin menjadi fakta tak terpungkiri.

Maka wajar jika ada indikasi bahwa potensi para pemuda saat ini tengah dibajak. Karena sejatinya, kapitalisme memiliki mekanisme untuk mempertahankan diri, salah satunya dengan mengkader aktor-aktor penjaga sistem ini dari kalangan kaum muda.

Khawatirnya, kaum muda bisa terjebak dan fokus dalam kegiatan ekonomi (kapitalisme) yang tidak manusiawi ini. Mirisnya, mereka berpersepsi bahwa itu merupakan bentuk kontribusi untuk masyarakat. Padahal sejatinya, jika mereka berkontribusi dalam kegiatan ekonomi kapitalis seperti saat ini hanya akan mengukuhkan para oligarkhi dan sistem kapitalismenya.

Maka, para pemuda hendaklah menyadari bahwa potensi besar yang mereka miliki hendaknya disalurkan pada jalan yang benar. Yaitu untuk membangun peradaban yang cemerlang. Peradaban yang memanusiakan manusia. Peradaban seperti ini tentu dibawah naungan sistem kehidupan yang baik.

Jika kita berkaca pada sejarah, Peradaban Islam  telah memberikan tinta emas dalam perjalanan kehidupan manusia dalam berbagai aspek. Kemajuan ilmu pengetahuan hingga kesejahteraan masyarakat turut menjadi catatan gemilang ketika peradaban Islam tegak di muka bumi ini. Peradaban gemilang tersebut ada pada saat Islam dijadikan pedoman dalam segala lini kehidupan rakyat.

Dr. Musthafa as-Siba’i dalam kitab Min Rawa’i Hadhratina memuat perkataan sejumlah tokoh dalam mengomentari tentang peradaban Islam maupun Barat. Jacques C. Reister mengatakan, “Selama lima ratus tahun Islam menguasai dunia dengan kekuatannya, ilmu pengetahuan dan peradaban yang tinggi.”

Masih dalam kitab yang sama, Montgomery Watt mengungkapkan, “Cukup beralasan jika kita menyatakan bahwa peradaban Eropa tidak dibangun oleh proses regenerasi mereka sendiri. Tanpa dukungan Islam yang menjadi ‘dinamo’-nya, Barat bukanlah apa-apa.”

Aspek lain yang menjadi keagungan peradaban Islam adalah bagaimana perhatiannya terhadap seluruh masyarakat, baik Muslim ataupun non-Muslim. Seorang orientalis dan sejarahwan Kristen bernama T.W. Arnold dalam bukunya, The Preaching of Islam: A History of Propagation Of The Muslim Faith, banyak membeberkan fakta-fakta kehidupan dalam negara Khilafah. Dia, antara lain, menyatakan, “Perlakuan terhadap warga Kristen oleh Pemerintahan Khilafah Turki Utsmani—selama kurang lebih dua abad setelah penaklukan Yunani—telah memberikan contoh toleransi keyakinan yang sebelumnya tidak dikenal di daratan Eropa.”

Karen Amstrong juga mengatakan bahwa kaum Yahudi menikmati zaman keemasan di Andalusia. Dia mengatakan, “Under Islam, the Jews had Enjoyed a golden age in al-Andalus.”

Begitu luar biasanya pandangan orang-orang Barat sekalipun terhadap peradaban Islam dimasa silam. Jika saat ini Islam dipandang sebelah mata, hal tersebut menjadi PR bagi para pemuda untuk mengembalikan kejayaan Islam.

Maka dai itu, fokus yang harus ada untuk kaum muda hari ini yaitu mencetak generasi muda menjadi pejuang penegak Islam dan mempersiapkan mereka untuk membangun peradaban Islam.

Bagikan Postingan :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *