PEREMPUAN KUAT DAN HEBAT DALAM BINGKAI SYARIAT
Oleh: Yuyun Suminah, A. Md
(Seorang Guru dan Pegiat Literasi Karawang)
Menjadi perempuan terlepas dari segala kelebihan dan kekurangnnya menurut syariat adalah bagian dari ketetapan-Nya. Saat menjalankan perannya sesuai fitrahnya, sikapnya yang lemah lembut dan penyayang dari itulah Allah SWT pun memberikan amanah mengandung, melahirkan dan menyusui. Namun apa jadinya ketika fitrahnya tak berjalan sesuai syariat karena terhenti oleh perceraian dan perannya bergeser dari ketetapanNya.
Tidak sedikit fakta diluaran sana akibat perceraian, terpaksa para perempuan terjun mencari nafkah. Walhasil, perannya tergerus oleh kebutuhan hidup sehingga para perempuan ini menjadi kepala keluarga.
Seperti yang terjadi di Cimahi, berdasarkan data pada Dinas Sosial, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DinsosP2KBP3A) Kota Cimahi, pada 2020 terdapat 233 perempuan yang menjadi kepala keluarga (tribunnews 10/01/22)
Perceraian dianggap sebagai solusi bagi sebagian perempuan, hal ini disinyalir karena faktor ekonomi seperti suami tidak bekerja, suami tidak bertanggungjawab meninggalkan keluarga, suami cacat fisik, meninggal dan lainnya. Sehingga mau tidak mau perempuanlah yang menggantikan posisi menjadi kepala keluarga.
Merespon fenomena ini, pemerintah menggulirkan program Pekka (perempuan kepala keluarga ekonomi lemah) sebuah program pemberdayaan perempuan dibidang ekonomi.
Para perempuan tersebut diakomodasi dalam program Pekka dengan diberikan pelatihan berupa ketrampilan menjahit, memasak dan lainnya. Banyaknya dinamika sosial dari permasalahan perempuan menjadi tulang punggung keluarga, maka dari itu solusi dari pemerintah adalah memberdayakan mereka dalam peningkatan ekonomi keluarga.
Menyoal solusi praktis yang diambil dalam sistem kapitalisme saat ini, nampak sekali tidak sampai keakarnya. Yaitu penyebab perceraian tersebut akibat seorang suami yang tidak bisa mencukupi kebutuhan keluarga dan sulitnya mencari kerja.
Apa yang menyebabkan seorang laki-laki sulit mendapatkan pekerjaan? Apa karena faktor pendidikannya yang rendah atau faktor tidak adanya lapangan pekerjaan bagi laki-laki. Maka cukup mengherankan jika justru perempuan yang mesti menyelesaikan persoalan ekonomi keluarga. Dan tentu saja dengan ini akan menggeser peran strategisnya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga.
Lain sistem lain pula aturan yang digunakannya, sistem kalitalisme akan melahirkan aturan yang bersumber dari akal manusia yang serba terbatas. Maka wajar solusi yang digunakan tidak akan mampu menyelesaikan masalah. Sedangkan aturan dalam sistem Islam yang lahir dari Sang Pencipta mampu menyelesaikan apapun masalah yang dihadapi manusia. Termasuk mencari solusi terjadinya perceraian.
Jika dalam sistem kapitalisme, maraknya perceraian terjadi karena seorang laki-laki tidak sanggup menghidupi keluarga dikarenakan tidak bekerja, sehingga bercerai menjadi solusi untuk lepas dari tanggungjawab. Dalam Islam peran seorang laki-laki (suami) mencari nafkah dengan dipermudahnya lapangan pekerjaan. Ketika seorang suami tidak memiliki modal negara akan memberikan bantuan.
Selain itu pendidikan untuk mendukung mencari kerja pun dipermudah, jika laki-laki tersebut mengalami cacat atau meninggal akan dialihkan kepada walinya jika mampu. Namun jika tidak mampu semua tanggungjawab kebutuhan keluarga akan dipenuhi oleh negara. Sehingga perempuan tidak akan pernah dijadikan kepala keluarga.
Perempuan akan dimulaikan dengan fitrahnya, tidak dipusingkan dengan bagaimana cara memenuhi kebutuhan hidup karena negara sudah mengkondisikannya, karena negara punya kewajiban penuh atas kepengurusan rakyatnya.
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)
Dengan demikian perceraian akibat ekonomi tidak akam pernah terjadi dalam sistem Islam, karena syariat sudah memberikan aturan sebaik-baik aturan. Mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Tidak hanya rakyat muslim saja nonmuslim pun mendapatkan kesejahteraan yang sama. Wallahualam